Beranda Kabar Istana Tangan-tangan Kotor di Gedung KPK!!

Tangan-tangan Kotor di Gedung KPK!!

Tangan-tangan Kotor di Gedung KPK

Indikasi.id – Sembari beristirahat di poliklinik Rutan KPK di gedung Merah-Putih, Mustarsidin membujuk istri seorang tersangka korupsi jual-beli jabatan di Kabupaten Pemalang membuka pakaiannya. Melalui sambungan telepon video, pegawai Rutan KPK itu meminta korban menunjukkan payudara dan celana dalamnya. Pelan-pelan, Mustarsidin juga membuka celananya sendiri dan menunjukkan alat vitalnya kepada istri tersangka itu.

Berulang kali Mustarsidin berupaya meyakinkan korbannya bahwa perbuatan mereka tidak akan diketahui oleh siapa pun. Sebab, di poliklinik, kata Mustarsidin, tidak ada orang kecuali dia dan tidak ada pula CCTV.

“Saksi akhirnya menuruti permintaan Terperiksa untuk memperlihatkan bagian vital saksi karena saksi takut, apabila tidak dituruti, akan berpengaruh dengan suami saksi yang sedang ditahan,” begitu keterangan dalam Putusan Dewan Pengawas KPK Nomor 01/Dewas/Etik/O4/2023.

Dalam putusannya, Dewas KPK mengungkap perbuatan asusila itu dilakukan Mustarsidin lebih dari tujuh kali. Pria berusia 35 tahun itu melakukannya di beberapa tempat, termasuk Rutan KPK di gedung Merah Putih alias Rutan K4, dan tersering dilakukan di rumahnya sendiri.

Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris mengungkapkan, dari pemeriksaan terhadap Mustarsidin, ditemukan juga dugaan adanya perbuatan melawan hukum lain di Rutan KPK, yakni pungutan liar. Pungli itu terungkap setelah seorang saksi dari keluarga korban mengaku pernah mentransfer uang Rp 72,5 juta kepada pegawai rutan. Pengiriman uang dilakukan secara berkala pada periode Agustus-Desember 2022.

Dewas, kata Syamsuddin, juga menerima keterangan tambahan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) terkait adanya transaksi janggal di Rutan KPK senilai Rp 4 miliar. Transaksi dengan nilai jumbo ini terjadi sejak 2021-2022. Angka Rp 4 miliar itu bukan nilai yang diduga berasal dari hasil pungli, melainkan nilai transaksi debit-kredit dari sejumlah petugas rutan KPK yang diperiksa PPATK.

“Jadi si Mustarsidin itu cuma pintu masuk karena temuan adanya pungli di Rutan KPK justru terungkap saat Dewas menangani kasus dugaan pelanggaran etik (asusila),” tulis Syamsuddin melalui pesan singkat kepada reporter Indikasi.id, pada Rabu, 5 Juli 2023. Identitas pelaku terkonfirmasi dari dokumen Dewas KPK, Syamsuddin, dan sumber lainnya.

Mustarsidin kini telah dijatuhi hukuman etik untuk meminta maaf secara terbuka maupun tidak langsung. Pemeriksaan disiplin terhadap pria kelahiran Indramayu, Jawa Barat, itu juga sudah dilakukan oleh Inspektorat KPK. Juru bicara KPK Ali Fikri mengatakan Mustarsidin juga telah dibebastugaskan dari posisinya sebagai pengawal rutan. Sementara itu, kasus pungutan liarnya kini tengah diselidiki oleh Direktorat Penindakan KPK.

Sejauh ini, Ali menuturkan, sudah ada sekitar 20 saksi yang diperiksa terkait dugaan pungli itu. Saksi-saksi ini berasal dari pihak internal Rutan KPK dan pihak eksternal, termasuk keluarga tersangka korupsi dan tahanan yang berada di dalam Rutan KPK. Pemeriksaan ini dilakukan guna mendalami dugaan adanya peristiwa pidana yang berkaitan dengan perilaku koruptif, baik gratifikasi, pemerasan, maupun suap.

Berdasarkan temuan awal KPK, penerimaan pungli oleh pegawai rutan diduga terkait dengan pemberian fasilitas tambahan kepada tersangka korupsi. Dua di antara fasilitas yang diberikan itu adalah izin penggunaan ponsel di dalam tahanan dan waktu kunjungan keluarga tersangka yang ditambah.

“Tapi apakah menerima fasilitas lebih yang lain dalam konteks fasilitas seperti yang pernah dulu ditemukan di Lapas Sukamiskin? Saya jamin tidak,” tutur Ali saat ditemui reporter Indikasi.id, di gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan pada Senin, 10 Juli 2023.

Mantan penyidik KPK Novel Baswedan memandang, terkuaknya kasus dugaan asusila dan pungli di Rutan KPK ini menunjukkan bahwa internal lembaga antirasuah itu sudah tidak lagi bersih. Upaya pelemahan KPK melalui pengesahan Undang-Undang KPK pada 2019 hingga buruknya keteladanan dari para komisioner KPK periode sekarang disinyalir sebagai penyebab sejumlah permasalahan internal itu terjadi.

Di samping itu, sambung Novel, ketidaktegasan Dewas KPK saat terjadi dugaan pelanggaran etik terhadap pimpinan KPK juga seolah menjadi pintu masuk bagi pelanggaran-pelanggaran etik dan hukum lainnya yang dilakukan insan KPK. Ketidaktegasan itu akhirnya berdampak pada terejawantahkannya niat jahat dari sejumlah insan di KPK yang sejak dulu memang sudah menunggu kesempatan untuk melakukan aksi jahatnya.

Salah satu contoh ketidaktegasan Dewas KPK, kata Novel, terjadi ketika mantan komisioner KPK Lili Pintauli Siregar diduga menerima fasilitas menonton MotoGP Mandalika pada 2022. Fasilitas itu diduga diterima Lili dari salah seorang pegawai badan usaha milik negara yang kasusnya tengah diselidiki KPK.

Saat itu Dewas KPK tidak menjatuhkan putusan etik lantaran Lili sudah mengajukan pengunduran diri dari KPK. Padahal, kata Novel, kala itu bukti-bukti pelanggaran etik Lili sudah jelas. “Itu kan logika-logika yang nggak masuk akal,” tegas Novel saat berbincang dengan reporter Indikasi.id,  melalui telepon pekan lalu.

Inilah, kata Novel, yang menyebabkan munculnya banyak permasalahan KPK. Salah satu problem terbaru adalah adanya dugaan penggelembungan dana perjalanan dinas Rp 550 juta. Perbuatan itu diduga dilakukan petugas administrasi Satgas Penyidikan KPK Novel Aslen Rumahorbo.

Sumber Indikasi.id, di KPK mengungkapkan penggelembungan dana perjalanan dinas yang dilakukan Aslen terungkap dari laporan seorang kasatgas penyidikan kepada komisioner KPK. Laporan dilakukan pada 27 Januari 2023. Aslen berada dalam tim yang diketuai oleh kasatgas penyidik itu. Aslen bertugas mengatur janji pemanggilan saksi atau tersangka dan mengatur ongkos perjalanan dinas satgas penyidik KPK.

Dalam laporan kasatgas penyidik kepada komisioner KPK itu, Aslen disebut menilap uang perjalanan dinas Rp 10-15 juta setiap bulan pada periode 2021-2022. Uang itu digunakan Aslen untuk berpacaran, belanja, dan menginap di hotel bintang 5. Atas laporan itu, Aslen pun akhirnya dikeluarkan dari tim satgas.

“Namun dia tetap kerja dan diperbantukan di tim sekretariat,” tutur penyidik ini kepada reporter Indikasi.id,  pekan lalu.

Indikasi.id, telah menghubungi Aslen untuk meminta klarifikasi atas tudingan tersebut. Namun, sampai artikel ini diterbitkan, Aslen belum merespons panggilan telepon maupun pesan singkat yang dikirimkan.

Sementara itu, Ali Fikri membantah informasi yang menyebut Aslen masih bekerja di KPK. Sebaliknya, Ali Fikri bilang, Aslen kini sudah dibebastugaskan sebagai pegawai administrasi KPK. Pembebasan tugas dilakukan guna melancarkan proses pemeriksaan disiplin dugaan pelanggaran hukum Aslen yang tengah dilakukan Inspektorat KPK dan Direktorat Penindakan.

Ali juga menolak jika dikatakan bahwa kasus-kasus yang bermunculan di lingkup internal KPK belakangan disebabkan oleh disahkannya UU KPK dan nihilnya keteladanan dari pimpinan KPK. Sebaliknya, kata Ali, kasus-kasus ini justru menunjukkan bahwa pengawasan di KPK semakin baik dan transparan.

Ali bilang transparansi itu merupakan bagian dari upaya KPK membereskan problem-problem di kalangan internalnya sendiri supaya semakin kuat dan bertaji dalam memberantas korupsi. Ini, sambung Ali, tidak lain juga sebagai upaya membangun reputasi lembaga antikorupsi yang bersih. “Untuk apa? Menjaga marwah lembaga,” tegas Ali.

Di sisi lain, upaya beres-beres problem internal seperti yang diklaim Ali itu justru berdampak pada merosotnya tingkat kepercayaan publik terhadap KPK. Survei Indikator Politik pada 20-24 Juni 2023 menempatkan KPK di posisi buncit sebagai institusi penegak hukum yang dipercayai publik. KPK hanya mendapat skor 75,7 persen, di bawah Polri (76,4 persen) dan Kejaksaan Agung (81,2 persen).

Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi mengatakan tren melorotnya kepercayaan publik terhadap KPK ini terjadi setelah revisi UU KPK disahkan pada akhir 2019. Sebelum itu, kata Burhanuddin, kepercayaan KPK selalu tinggi, di atas 80 persen, dan menempati peringkat kedua lembaga paling dipercaya publik.

Isu-isu negatif yang belakangan mendera KPK juga disinyalir sebagai penyebab utama menurunnya kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah itu. Misalnya, kata Burhanuddin, pengunduran diri Lili Pintauli dan konflik internal KPK lainnya. “Termasuk Brigjen Endar (Direktur Penyelidikan KPK Endar Priantoro), dan lain-lain,” jelas Burhanuddin melalui pesan singkat kepada reporter Indikasi.id,  pada Sabtu, 8 Juli lalu.

Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana memandang minimnya kepercayaan publik dan banyaknya persoalan internal di KPK menunjukkan kini lembaga antirasuah itu sedang berada pada fase terburuk sejak dibentuk pada 2003. KPK, kata Kurnia, kini tengah digerogoti dari dalam dan dilemahkan oleh insan-insan KPK sendiri, termasuk para pimpinannya, yang belakangan diduga melanggar etik.

Kondisi ini tidak bisa dihindari lantaran sejak awal pemerintah juga tidak tegas mengambil sikap atas sejumlah problem yang ada di KPK. Padahal, setelah revisi UU KPK pada 2019, sambung Kurnia, Presiden Joko Widodo secara tidak langsung telah menjadi pimpinan administratif KPK. Mestinya, sebagai kepala negara, Jokowi bisa menyelamatkan KPK dengan mengeluarkan keputusan presiden yang mengatur penyelesaian sejumlah problem internal di KPK.

Misalnya saja keppres soal pemecatan pimpinan-pimpinan KPK yang diduga bermasalah, baik secara etika maupun hukum. “Sayangnya, langkah itu tidak diambil,” pungkas Kurnia saat dihubungi Indikasi.id, pada Senin, 10 Juli lalu.

.