Beranda Politik Partai Buruh Gugat UU P3

Partai Buruh Gugat UU P3

Jakarta, Indikasi.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima permohonan pengujian formil maupun materiil Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (UU P3). Pendaftaran permohonan tersebut diajukan langsung oleh Partai Buruh yang diwakili oleh Said Iqbal selaku Presiden Partai Buruh dan Ferri Nuzarli selaku Sekretaris Jenderal Partai Buruh, pada Senin (27/6/2022) siang. Permohonan tersebut diserahkan ke Kepaniteraan MK oleh Agus Supriyadi (Wakil Presiden Partai Buruh), Imam Nasef (Kuasa hukum Pemohon), Hechrin Purba (Wasekjen Partai Buruh), dan Paulus Sanjaya Samosir (Wakil Presiden Partai Buruh).

Dalam permohonan yang baru mendapatkan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon (AP3) dengan Nomor 63/PUU/PAN.MK/AP3/06/2022 tersebut, Pemohon mendalilkan dirugikan dengan adanya UU P3. Kerugian yang dialami Pemohon bersifat spesifik (khusus) dan aktual terjadi karena selama proses pembentukan UU P3, Pemohon atau organisasi-organisasi yang tergabung di dalam Partai Buruh sama sekali tidak pernah diikutsertakan atau diberikan kesempatan oleh pembentuk Undang-Undang untuk memberikan masukan terkait pembahasan metode omnibus. Sedangkan metode omnibus merupakan salah satu materi muatan pokok dalam UU PPP dan pernah digunakan dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja).

Ditemui usai pengajuan permohonan, Agus Supriyadi mengatakan Partai Buruh mengajukan permohonan uji materiil dan formil UU P3. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya mengalami kerugian konstitusional akibat berlakunya UU P3.

“Kami melihat adanya kerugian yang terdapat di dalam UU P3 terhadap kami khususnya partai buruh beserta seluruh buruh di Indonesia karena menyangkut keterkaitannya dengan UU Cipta Kerja atau omnibus law. Jadi, UU inilah yang waktu itu kita uji materi, kita meminta UU ini supaya UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional dan kita juga meminta UU Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan terpisah, jangan disatukan dengan undang-undang yang lain atau yang kita kenal omnibus law,” ujar Agus.

Sementara kuasa hukum Pemohon, Imam Nasef menyebut pihaknya menguji prosedur pembentukan UU P3 yang telah direvisi. Ia menyampaikan MK melalui Putusan Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021 tentang pengujian formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja) telah menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

“Alasan (MK) teknik omnibus law itu belum ada payung hukumnya. Padahal konstitusi kita menyatakan teknik tata cara pembentukan UU harus diatur dulu, atas dasar itu sekarang Pemerintah dan DPR telah mengesahkan UU P3. Namun sayangnya ketika proses pembentukan mulai dari proses pembentukan hingga perundang-undangan ini asas-asas formil, pedoman yang telah diperintahkan oleh MK itu tidak dilakukan oleh Pemerintah dan DPR yakni asas keterbukaan ini bahwa seharusnya berkas yang terkait dengan penyusunan UU P3 ini di-publish ke publik dan ini berkaitan dengan partisipasi,” tegas Imam.

Imam melanjutkan Partai Buruh beserta pemangku kepentingan memiliki kedudukan hukum terhadap hal tersebut karena akan berujung dengan Pembentukan UU Cipta Kerja. Sementara teman-teman buruh tidak pernah diikutsertakan dalam pembahasan UU P3.

“Jadi pembentukan UU P3 ini telah menyalahi putusan MK 91/PUU-XVIII/2020. Artinya Pemerintah dan DPR ini sesuai dengan fakta-fakta yang akan kami ungkap melakukan kesalahan yang sama. Padahal MK telah membatalkan UU Cipta Kerja. Sementara dalam

pengujian materiil, Imam melanjutkan,  terdapat beberapa pasal yang berkaitan dengan eksistensi omnibuslaw, seperti dalam UU Nomor 13 Tahun 2022 diatur dalam Pasal 64 ayat (1b) UU P3,” ujar Imam.

Dalam permohonannya, Pemohon menyebut kerugian konstitusional akibat berlakunya Pasal 64 ayat (1b) UU PPP potensial akan terjadi karena dengan berlakunya pasal tersebut tidak mengatur metode omnibus tanpa batasan yang jelas. Hal itu membuat pembentuk undang-undang menjadi mempunyai peluang untuk membentuk kembali UU Cipta Kerja yang sebelumnya telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK. (Ind)

.