Beranda Hukum & Kriminalitas MK Menolak Gugatan Uji Materi Terkait Pernikahan Beda Agama

MK Menolak Gugatan Uji Materi Terkait Pernikahan Beda Agama

Jakarta, Indikasi.id – Wakil Sekretaris Jendral MUI Ikhsan Abdullah meminta tak ada lagi masyarakat yang melakukan penyelundupan hukum guna menyiasati pernikahan beda agama.

Kekhawatiran itu diungkapkan MUI usai Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi atau judicial review (JR) Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 terkait pernikahan beda agama.

“MUI berharap agar tidak ada warga negara yang melakukan penyelundupan hukum dan juga melakukan penyelundupan agama untuk mensiasati pernikahan beda agama,” kata Ikhsan dalam keterangannya, Selasa (31/1).

“Karena bila dilakukan berarti telah sengaja melawan undang-undang dan melanggar hukum agama,” tambahnya.

Ikhsan mengaku bersyukur lantaran MK menolak keseluruhan permohonan pengesahan pernikahan beda agama. Ia memuji MK sebagai the guardian of constitution atau penjaga konstitusi usai ditolaknya gugatan tersebut.

Ikhsan berpandangan Norma Pasal 2 ayat (1) dan pasal 8 huruf (F) UU Perkawinan semakin kuat karena MK telah menolak tiga kali permohonan gugatan yang sama.

“MUI memberikan perhatian dan apresiasi kepada Mahkamah Konstitusi atas putusan hari ini,” kata dia.

Gugatan UU Perkawinan soal pernikahan beda agama sebelumnya dilayangkan oleh seorang pria bernama E. Ramos Petege dan terdaftar dengan nomor perkara 71/PUU-XX/2022.

Ramos menggugat UU Perkawinan yang mewajibkan pernikahan dilakukan oleh umat yang memeluk agama yang sama.

Ramos merupakan umat Katolik asal Papua. Dia mengajukan uji materi UU Perkawinan setelah gagal menikahi perempuan beragama Islam.

Merespons gugatan itu, MK memandang pokok permohonan tersebut tidak beralasan menurut hukum.

Hakim MK Wahiduddin Adams mengatakan, ketentuan Pasal 2 Ayat (1) UU Perkawinan bukan berarti menghambat atau menghalangi kebebasan setiap orang untuk memilih agama dan kepercayaannya.

“Mahkamah tetap pada pendiriannya terhadap konstitusionalitas perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut agama dan kepercayaannya,” kata Wahiduddin.

Dari sembilan hakim MK, dua hakim yang memberikan alasan berbeda atau concurring opinion, yakni Suhartoyo dan Daniel Yusmic Foekh. (Ind)

.