Beranda Hukum & Kriminalitas Kasus Sianida Kembali Terjadi Di Magelang

Kasus Sianida Kembali Terjadi Di Magelang

Jakarta, Indikasi.id – Kesehatan mental yang terganggu dan hilangnya norma hidup diduga menjadi penyebab utama bagi Dhio Daffa Syadilla (22) membunuh seluruh keluarganya di Magelang dengan racun sianida.

Dhio telah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan satu keluarga di Dusun Prajenan, Kabupaten Magelang, oleh Polda Jateng, pada Selasa (29/11). Kepada polisi, Dhio mengaku telah membunuh ayahnya Abbas Ashar (58), ibunya Heri Iryani (54), dan sang kakak Dhea Chairunnisa (24).

Berdasarkan keterangan Dhio, polisi mengatakan motif sementara pembunuhan dilakukan karena yang bersangkutan sakit hati lantaran diberi beban untuk menanggung kebutuhan keluarga dan merasa tidak diperhatikan.

Polisi menyebut Dhio sebelumnya juga sempat melakukan percobaan pembunuhan pada Rabu (23/11) sebelumnya dengan mencampurkan zat kimia (arsenik) ke dalam minuman dawet.

Namun, dosisnya terlalu rendah atau kurang sehingga hanya mengakibatkan mual-mual saja dan tidak sampai menimbulkan kematian.

Kriminolog dari Universitas Indonesia Josias Simon menilai aksi nekat yang dilakukan itu bisa terjadi karena hilangnya norma sebagai acuan hidup dalam diri pelaku. Pasalnya tindakan tersebut dilakukan oleh anak terhadap keluarganya sendiri, yang seharusnya memiliki relasi kedekatan emosional yang tinggi.

“Kondisi ketiadaan norma yang bisa dijadikan acuan membuat anak mengambil jalan pintas dengan meracun sebagai jalan keluar dari masalahnya,” Rabu (30/11).

“Ketiadaan norma bukan berarti tidak ada norma, tapi tidak ada yang dipegang sama pelaku, tidak ada satu norma yang dipilih untuk dirujuk menjawab persoalan dia,” sambungnya.

Di sisi lain, tuntutan yang terus menerus datang dari pihak keluarga justru membuat pelaku semakin kalut dan menjadi tertekan. Kondisi itu, kata dia, bisa jadi juga dipengaruhi oleh pihak eksternal semisal informasi dari internet dan lain sebagainya yang dipercayai oleh pelaku.

Puncaknya ketika akhirnya pelaku merencanakan pembunuhan secara matang dengan membeli racun yang dibeli lewat daring. Menurut Simon, tindakan yang dilakukan Dhio itu tidak dapat lagi dikategorikan sebagai aksi pembunuhan yang bersifat reaksioner semata.

Pasalnya aksi keji Dhio tersebut dilakukan secara matang dan terencana. Bahkan ia menilai ada indikasi pelaku memilih racun ketimbang senjata tajam yang mudah ditemukan karena merasa akan sulit untuk dilacak.

“Ada satu titik dimana sudah mencapai puncaknya dan dia merencanakan untuk betul-betul lepas dari masalah. Dengan cara menghilangkan sumber masalahnya melalui diracun,” tuturnya.

Lebih lanjut, menurut Simon, perilaku Dhio seperti menunjukkan perasaan lelah karena dinilai tidak ada lagi harapan untuk menjawab seluruh tuntutan dari pihak keluarga.

Ia mengatakan hal itu tercermin dari tindakan Dhio yang tetap memutuskan untuk melanjutkan meracuni seluruh keluarganya meskipun sebelumnya sudah dicoba namun gagal.

“Ada semacam ketiadaan harapan dari si pelaku. Dia bingung mau mengambil titik yang mana, yang penting keluar dulu dari masalah itu, kemudian mengambil cara tadi meracuni untuk menghilangkan sumber masalah,” jelasnya.

Sementara itu Kriminolog dari Australian National University Leopold Sudaryono menilai adanya gangguan kesehatan mental dalam diri Dhio membuat yang bersangkutan berani melakukan aksi nekat itu.

Leopold menilai hal tersebut bisa terjadi salah satunya karena faktor kegagalan komunikasi dalam keluarga serta adanya pembebanan berlebih terhadap pelaku.

“Pada saat si anak menyadari dia tidak bisa memenuhi standar atau harapan orang tuanya, maka dia mencari validasi atau pengakuan dengan membangun secara terus menerus realita semu,” tuturnya. (Ind)

.