Jakarta, Indikasi.id – Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) membahas urgensi terbitnya Undang-Undang Pengadaan Barang dan Jasa Publik dengan bekerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, pegiat pengadaan barang/jasa pemerintah, dan akademisi.
Urgensi Rancangan Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa segera disahkan menjadi Undang-Undang, kata Kepala LKPP Abdullah Azwar Anas, adalah untuk semakin memastikan pengadaan bisa berjalan transparan, efisien, serta efektif dalam menggerakkan perekonomian.
“Ini membuat industri bangsa Indonesia akan bisa tumbuh ke depannya jika proses pengajuan RUU bisa dikerjakan, karena sesuai arahan Presiden Jokowi, di dalamnya harus memperkuat daya saing industri nasional dengan pendorong dari belanja pemerintah, kata Anas dalam Diskusi Pembahasan Urgensi Penyusunan RUU Pengadaan Barang/Jasa Publik di Gedung LKPP yang dihadiri secara daring dan luring oleh pegiat pengadaan barang/jasa pemerintah dan akademisi di bidang pengadaan, Selasa (8/8).
Diskusi tersebut juga membahas sejauh mana ruang lingkup dari Undang-Undang Pengadaan Barang/Jasa kedepannya di ranah publik hingga penyesuaian kembali sanksi bagi para pelaku pengadaan barang dan jasa.
Prof. Hikmahanto Juwana selaku akademisi, dan Willem Siahaya selaku pegiat pengadaan barang/jasa, sepakat bahwa jika Pengadaan Barang/Jasa tidak diatur dalam undang-undang dan masih dalam Perpres, maka Pengadaan Barang/Jasa juga akan terikat dengan peraturan atau regulasi yang lebih tinggi. Ia juga menambahkan Pengadaan Barang/Jasa juga harus mengutamakan Produk Dalam Negeri namun tetap membuka ruang bagi penggunaan produk impor khususnya pada produk yang belum dapat dipenuhi oleh pelaku usaha lokal.
Anas berterima kasih atas masukan yang diberikan oleh para akademisi. “Semoga ke depan kita bersama-sama mewujudkan sistem pengadaan yang pro PDN, UMK-Koperasi, serta semakin transparan dan akuntabel,” jelas Anas. (Ind)